Silakan tonton video singkat tentang kain Sasirangan khas suku Banjar, Kalimantan Selatan berikut ini, silahkan klik di https://youtu.be/MLdDjSFeH-s
Sejarah Kain Sasirangan
Sasirangan merupakan kain adat yang biasanya dipakai untuk acara adat khas suku Banjar. Kata sasirangan sendiri berasal dari kata “manyirang” yang memiliki arti menjelujur.Mengapa diberi nama manyirang atau menjelujur? Karena proses pengerjaan kain ini dilakukan dengan cara menjelujur yang kemudian diikat dengan tali lalu dicelup ke dalam pewarna. Hingga sekarang, kain sasirangan masih dikerjakan secara manual dan tradisional.
Tercatat dalam sejarah, kain sasirangan merupakan kain sakral yang diwariskan sejak abad ke-12 ketika Raja Lambung Mangkurat menjadi patih Negara Dipa. Pada mulanya, sasirangan masih masih dikenal untuk kain “batatamba” atau proses penyembuhan orang yang mengidap suatu penyakit sehingga saat itu kain sasirangan masih harus dipesan terlebih dahulu (pamintaan) sesuai dengan kehendak pemesannya.
Oleh sebab itulah, orang-orang suku Banjar sering menyebut kain sasirangan sebagai kain pamintaan atau permintaan. Selain untuk penyembuhan orang sakit, kain sasirangan juga merupakan kain yang dianggap sakral dan biasa dipakai dalam upacara adat Banjar.
Arti Warna Kain Sasirangan
1. Kain sasirangan warna kuning merupakan tanda yang menyimbolkan bahwa penggunannya sedang dalam proses penyembuhan untuk mengobati penyakit kuning (dalam bahasa Banjar: kana wisa)
2. Kain sasirangan warna hijau menyimbolkan bahwa penggunanya sedang dalam proses penyembuhan penyakit lumpuh/stroke
3. Kain sasirangan warna ungu ialah simbol bahwa penggunanya sedang menjalani proses penyembuhan penyakit sakit perut (disentri, kolera, atau diare)
4. Kain sasirangan warna merah merupakan simbol yang menandakan bahwa pemakainya sedang menjalani proses penyembuhan penyakit sakit kepala dan insomnia/sulit tidur
5. Kain sasirangan warna hitam merupakan simbol bahwa penggunanya dalam proses mengobati penyakit kulit gatal-gatal dan demam.
6. Kain sasirangan warna coklat merupakan simbol yang menandakan pemakainya sedang menjalani proses pengobatan penyakit tekanan jiwa atau stres.
Pewarnaan kain sasirangan pada zaman dahulu dilakukan dengan memberikan zat pewarna yang terbuat dari bahan-bahan dari alami seperti dari daun, buah, biji, umbi tanaman atau kulit. Bahan-bahan tersebut ada yang tumbuh liar di dalam hutan atau ada juga yang sengaja ditanam di sekitar pekarangan rumah para pembuat kain khas Banjar itu sendiri.
Warna utama pada sasirangan tersebut di atas dibuat dari zat pewarna alami, yaitu:
1. Kuning: dari temulawak atau kunyit
2. Hijau: dari jahe atau daun pudak
3. Ungu: dari biji buah ramania (gandaria)
4. Merah: dari buah mengkudu, lombok merah, gambir, atau kesumba (sonokeling).
5. Hitam: dari uar atau kabuau
6. Coklat: dari kulit buah rambutan atau uar.
Setelah dilakukan pewarnaan, supaya warna kain sasirangan tampak lebih tua atau lebih muda serta tahan lama (tak mudah pudar) maka biasanya bahan tersebut di atas dicampur dengan rempah-rempah seperti: lada, jintan, garam, jeruk nipis, cengkeh, cuka, tawas, kapur atau terusi.
Corak khas pada kain sasirangan diperoleh dari teknik-teknik khusus yang dipengaruhi oleh beberapa hal yakni, teknik jahitan serta ikatan, komposisi warna, dan jenis bahan pengikat/jenis benang. Dari hal-hal tersebutlah corak serta motif khas sasirangan terbentuk. Berikut adalah beberapa motif sasirangan yang umum digunakan oleh masyarakat Banjar.
Motif Sasirangan Beserta Gambarnya
- Motif lajur, yakni bentuk motif yang dirangkai secara memanjang. Contoh: hiris pudak, kulat karikit, gigi haruan, kangkung kaumbakan.
- Motif ceplok, yaitu bentuk motif yang tampil secara sendiri tanpa ada motif lain yang mendampingi. Contoh: tampuk manggis, hiris gagatas, atau tampuk manggis.
- Motif variasi, yaitu motif penghias sebagai tambahan dalam motif dalam lain yang sudah ada. Contoh: motif hiris gagatas yang diberi pinggiran agar terlihat lebih menarik.
1. Bayam Raja dan Kambang Kacang

Sumber: Buku Sasirangan Kain Khas Banjar oleh Drs. H. M. Syamsiar Seman | wirausahasman12bjm.blogspot.co.id
2. Daun Jaruju dan Tampuk Manggis

Sumber: Buku Sasirangan Kain Khas Banjar oleh Drs. H. M. Syamsiar Seman | wirausahasman12bjm.blogspot.co.id
3. Kangkung dan Kambang Kacang

Sumber: Buku Sasirangan Kain Khas Banjar oleh Drs. H. M. Syamsiar Seman | wirausahasman12bjm.blogspot.co.id
4. Mayang Maurai dan Naga Balimbur

Sumber: Buku Sasirangan Kain Khas Banjar oleh Drs. H. M. Syamsiar Seman | wirausahasman12bjm.blogspot.co.id
5. Ramak Sahang, Gelombang, dan Daun Katu

Sumber: Buku Sasirangan Kain Khas Banjar oleh Drs. H. M. Syamsiar Seman | wirausahasman12bjm.blogspot.co.id
6. Bintang Sudut Ampat, Lima, Tujuh, Gugusan Bintang, dan Bintang Bahambur

Sumber: Buku Sasirangan Kain Khas Banjar oleh Drs. H. M. Syamsiar Seman | wirausahasman12bjm.blogspot.co.id
7. Hiris Gagatas dan Kambang Sakaki

Sumber: Buku Sasirangan Kain Khas Banjar oleh Drs. H. M. Syamsiar Seman | wirausahasman12bjm.blogspot.co.id
8. Kulat Karikit, Gigi Haruan, Hiris Pudak, dan Ular Lidi

Sumber: Buku Sasirangan Kain Khas Banjar oleh Drs. H. M. Syamsiar Seman | wirausahasman12bjm.blogspot.co.id
9. Kangkung Kaumbakan dan Ombak Sinampur Karang

Sumber: Buku Sasirangan Kain Khas Banjar oleh Drs. H. M. Syamsiar Seman | wirausahasman12bjm.blogspot.co.id
Motif Sasirangan dan Maknanya
Motif-motif yang ada pada kain sasirangan tentu memiliki makna dan filosofinya tersendiri. Masing-masing dari motif tersebut diambil dari sebuah tradisi yang sudah mengakar di masyarakat Banjar, dari hewan serta tumbuhan atau bahkan objek di alam semesta. Berikut adalah penjelasan mengenai motif sasiragan beserta maknanya.1. Bayam Raja
Motif sasirangan Bayam Raja merupakan atribut untuk seseorang yang bermartabat dan dihormati di masyarakat. Bentuknya yakni berupa garis-garis yang melengkung patah-patah. Motif ini biasanya tersusun secara vertikal sebagai garis pembatas antara motif satu dan motif lainnya sehingga menjadikannya sebagai motif yang banyak digunakan dalam kain sasirangan.2. Kambang Kacang
Motif sasirangan Kambang Kacang merupakan simbol sebuah keakraban. Hal tersebut dikarenakan kambang kacang merupakan sejenis tanaman yang buahnya selalu jadi kegemaran oleh hampir semua orang Banjar. Buah tersebut sering dicampur dalam pembuatan sayur seperti kacang hijau atau labu dalam masakan khas masyarakat Banjar.3. Daun Jaruju
Motif sasirangan Daun Jaruju mengandung makna sebagai penolak bala. Tanaman daun jaruju ini termasuk tanaman yang berduri yang sering dimanfaatkan sebagai pengusir tikus. Dahulu, daun jaruju ini diletakkan di sudut-sudut rumah agar tikus tidak bisa menerobos masuk ke rumah.4. Tampuk Manggis
Motif sasirangan Tampuk Manggis diambil dari filosofi buang manggis yang memiliki makna kejujuran, dimana jumlah tampuk manggis pasti selalu sama dengan jumlah isi buah manggis tersebut. Jadi, jika tampuk yang terletak di luar buah manggis berjumlah lima maka jumlah isi buang manggis pun pasti berjumlah lima. Motif ini menyiratkan makna bahwa apa yang sudah kita ucapkan haruslah sama dengan apa yang terlintas di dalam hati.5. Mayang Maurai
Mayang Maurai berarti mayang yang terurai. Mayang itu sendiri dijadikan sebagai alat untuk acara bamandi-mandi (mandi-mandi) dalam tradisi adat Banjar yang biasanya dilakukan satu hari sebelum kedua pengantin bersanding. Selain itu, mayang juga dipakai dalam acara mandi seorang wanita yang hamil 7 bulan.6. Naga Balimbur
Kalau motif Naga Balimbur diambil dari dongeng orang Banjar yang dapat digolongkan ke dalam folklore/cerita rakyat, yakni tentang seekor naga yang sedang mandi di tengah sungai di pagi hari. Naga tersebut dengan riangnya berjemur di bawah terik sinar matahari yang hangat. Keadaan tersebut menggambarkan suasana yang gembira dan menyenangkan.7. Ramak Sahang
Motif sasirangan Ramak Sahang terdiri dari kata “ramak” yang berarti hancur dan “sahang” yang berarti merica, sehingga ramak sahang berarti merica hancur. Bentuk motif ini hampir mirip dengan motif hiris pundak ganda akan tetapi gambarnya tidak senyawa alias terputus-putus.8. Daun Katu
Motif sasirangan Daun Katu diambil dari sejenis tanaman yang sering dijadikan sebagai sayur, yakni daun katu. Orang banjar sering menanam tanaman daun katu di pekarangan rumahnya karena sangat bermanfaat untuk ibu-ibu yang sedang menyusui. Daun katu dipercaya dan memang sudah terbukti secara ilmiah mampu melancarkan air susu ibu (ASI).9. Bintang Sudut Ampat, Lima, Tujuh/Gugusan Bintang/Bintang Bahambur
Motif sasirangan berbentuk bintang atau Bintang Bahambur yang berarti bintang yang berserakan (di langit) menyatakan bahwa bintang merupakan ciptaan-Nya dan sebagai tanda kebesaran Yang Maha Kuasa. Makna dari bahambur (berserakan) ialah kita sebagai manusia yang kecil ini tidak akan mampu menghitung jumlah bintang sesungguhnya di seluruh alam semesta ini.10. Hiris Gagatas
Motif sasirangan Hiris Gagatas disebut juga rincung gagatas yang berarti bungas (cantik) serta tak akan pernah bosan apabila terus dipandang. Umumnya, kue-kue tradisional khas Banjar dipotong menjadi beberapa bagian dengan bentuk gagatas ini.11. Kambang Sakaki
Motif sasirangan Kambang Sakaki melambangkan keindahan yang disimbolkan dengan sekuntum bunga. Motif ini sering dipakai pada ornamen khas Banjar seperti pada ukiran arsitektur rumah adat Banjar.12. Kulat Karikit
Motif sasirangan Kulat Karikit diambil dari tumbuhan sejenis cendawan atau jamur yang hidup menempel pada sebuah batang atau dahan pohon yang disebut kulat. Walaupun hidupnya dengan menumpang di tumbuhan lain, akan tetapi kulat ini tidak sedikit pun merugikan tumbuhan yang ditumpanginya layaknya parasit seperti benalu.Kulat karikit hidup secara mandiri dengan mencari makan sendiri. Maka diambil sebuah makna filosofi dari cara hidup kulat tersebut bahwa hidup haruslah mandiri, tahan menderita, dan jangan pernah merugikan orang lain walau sedikit pun.
13. Gigi Haruan
Motif sasirangan Gigi Haruan diambil dari ikan yang merupakan makanan kegemaran orang Banjar yaitu Haruan atau Gabus. Ikan haruan berwarna hitam dengan gigi-gigi runcing dan tajam. Dari gigi haruan tersebutlah diambil filosofi kehidupan yang bermakna ketajaman berpikir.14. Hiris Pudak
Motif sasirangan Hiris Pudak merupakan sebutan orang Banjar untuk tanaman pandan yang sering ditanam di pekarang rumah layaknya tanaman daun katu. Pandan sering digunakan sebagai pengharum ketika memasak nasi.Selain itu, orang Banjar sering juga menggunakan air pandan sebagai pewarna kue tradisional. Pandan juga digunakan sebagai campuran bunga rampai (bunga khas Banjar) yang akrab dipakai dalam acara perkawinan adat Banjar.
15. Ular Lidi
Motif sasirangan Ular Lidi diambil dari dongeng orang Banjar dan dianggap sebagai simbol kecerdikan. Hal ini dikarenakan karena ular lidi yang kecil dan gagah tersebut cerdik tapi juga berbisa. Bentuk motif ini mirip hiris pudak, berganda dan tidak patah-patah, akan tetapi melengkung vertikal serta bervariasi.16. Kangkung Kaumbakan
Motif sasirangan Kangkung Kaumbakan berarti kangkung yang terkena ombak. Motif ini memiliki filosofi bahwa kangkung yang merupakan salah satu tanaman air yang menjalar apabila ia terkena gelombang ombak air, batangnya tidak akan putus. Makna filosofinya yakni tahan terhadap cobaan serta ujian dalam kehidupan.17. Ombak Sinampur Karang
Motif sasirangan Ombak Sinampur Karang berarti ombak yang menerjang karang. Ombak disini dikiaskan sebagai gelombang perjuangan hidup manusia.18. Dara Manginang
Motif sasirangan atau dalam istilah orang Banjar disebut juga Galuh Manginang yang berarti seorang gadis Banjar dahulu yang baru manginang, yaitu memakan sirih sehingga air liurnya memerah karena gambir hingga menetes dari bibir.Namun, tradisi ini sudah jarang ditemui di masyarakat Banjar saat ini. Karena sebab itulah kemudian tradisi tersebut diabadikan menjadi salah satu motif sasirangan, sehingga dapat dijadikan pengingat bahwa orang-orang Banjar dahulu memiliki tradisi menginang. Biasanya motif ini dominan berwarna merah menyala.
Demikian pemaparan tentang motif sasirangan yang merupakan kain khas dari daerah Kalimantan Selatan. Kita sebagai warga negara Indonesia pada umumnya dan sebagai anak banua semestinya perlu mengetahui tentang kebudayaan masing-masing daerah. Karena kalau bukan kita selaku pemuda, siapa lagi yang akan meneruskan pelestarian budaya daerah di Indonesia. / https://tekoneko.net/motif-sasirangan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar